Memberdayakan Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial yaitu suatu profesi bantuan kema nusiaan yang fokus utamanya membantu fungsi dari sosial individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan peran-tugas sosialnya. Penanganan konflik ataupun pembangunan modal kedamaian sosial dalam perspektif pekerjaan sosial dilaksanakan melalui tiga arah secara terintegratif, adalah mikro (individu dan keluarga), messo (kelompok dan lembaga-forum swadaya), dan makro (negara). 

Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi pertolongan kema nusiaan yang fokus utamanya memban Memberdayakan Pekerjaan Sosial

Dalam konteks makro, contohnya, kebijakan publik yang kondusif diyakini selaku piranti penting dalam pembangunan modal kedamaian sosial. Di negara-negara Barat, tata cara kebijakan sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi ketimpangan dan keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi penopang modal kedamaian sosial. 

Model dan peranan pekerja sosial dalam menanggulangi konflik bisa diperhitungkan sebagai masukan bagi pendekatan seni manajemen pembangunan serta integrasi bangsa Indonesia. Ada beberapa tugas yang mampu dilaksanakan saat menangani pertentangan dalam pekerjaan sosial. 

Tiga tugas berikut ialah mediator, fasilitator, dan broker, sangat relevan dalam proses penanganan konflik dan mampu dijadikan model bagi para pendamai, utamanya bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas pembimbingan sosial yang bertugas di lapangan. 

Peran perantara dikerjakan pada tahap berlangsungnya konflik. Adapun peran fasilitator dan broker biasanya dijalankan pada fase “pascakonflik” yang “peperangan” dan “benturan-benturan fisik” sudah menurun. Dua peran ini sering pula diterapkan pada tahap prakonflik atau pencegahan konflik. 

a. Mediator 

Peran mediator dilakukan pada dikala terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada pertentangan fisik antara aneka macam pihak. Mediator mampu berperan sebagai orang ketiga di antara anggota kelompok yang terlibat golongan. 

Kegiatan-aktivitas yang dapat dikerjakan dalam melakukan tugas perantara mencakup persetujuan perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam penanganan suasana kedaruratan. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilaksanakan pada hakikatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win solution). 

Hal ini berbeda dengan tugas selaku “pembela” (advocate) yang dukungan diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau menolong klien memenangkan dirinya sendiri. Beberapa teknik dan keterampilan yang dilakukan peran mediator: 

  1. mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik; 
  2. menolong setiap pihak supaya mengakui legitimasi kepentingan pihak lain; 
  3. membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bareng ;
  4. hindari situasi yang mengarah pada hadirnya kondisi menang dan kalah; 
  5. berusaha untuk melokalisasi pertentangan ke dalam gosip, waktu, dan tempat yang spesifik; 
  6. membagi konflik ke dalam beberapa gosip; 
  7. membantu pihak-pihak yang berselisih untuk mengakui bahwa mereka lebih memiliki manfaat jikalau melanjutkan suatu korelasi ketimbang terlibat terus dalam pertentangan; 
  8. memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka supaya mau berbicara satu sama lain; dan 
  9. memakai mekanisme-prosedur persuasi. 

b. Fasilitator 

Peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), “The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action”. 

Fasilitator bertanggung jawab menolong klien menjadi bisa mengatasi tekanan situasional atau transisional. Adapun kerangka contoh mengenai peran yang dapat dikerjakan oleh seorang fasilitator, antara lain: 

  1. mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang mau dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan; 
  2. mendefinisikan tujuan keterlibatan; 
  3. mendorong komunikasi dan hubungan, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan; 
  4. memfasilitasi keterikatan dan mutu sinergi sebuah sistem, mendapatkan kesamaan dan perbedaan; 
  5. memfasilitasi pendidikan, membangun wawasan dan kemampuan; 
  6. memperlihatkan model atau pola dan memfasilitasi usaha untuk pemecahan masalah bareng sehingga mendorong acara kolektif; 
  7. mengidentifikasi dilema-masalah yang hendak dipecahkan; 
  8. memfasilitasi penetapan tujuan; 
  9. merancang solusi-solusi alternatif; 
  10. mendorong pelaksanaan peran; 
  11. memelihara kekerabatan sistem; dan 
  12. memecahkan konflik.

c. Broker 

Pada pemahaman biasa , seorang broker membeli dan memasarkan saham dan surat berguna yang lain di pasar modal. Seorang broker berupaya untuk memaksimalkan laba dari transaksi tersebut sehingga klien mampu menemukan laba sebesar mungkin. 

Pada ketika klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki wawasan perihal pasar modal, wawasan yang diperoleh terutama menurut pengalamannya sehari-hari. Dalam konteks penanganan pertentangan, broker sukarelawan tidak jauh berlawanan dengan peran broker di pasar modal. 

Seperti halnya di pasar modal, dalam penanganan pertentangan terdapat “klien” atau “konsumen”, ialah kelompok-golongan yang bertikai. Namun, sukarelawan melaksanakan transaksi dalam pasar lain, yaitu jaringan tunjangan sosial. 

Selain pengetahuan perihal kualitas pelayanan sosial di sekeliling lingkungannya, pengertian dan penghargaan sukarelawan terhadap nilai-nilai pluralisme (non-judgemental, individualisation, self determination) sangat penting untuk menghindari pertentangan kepentingan dan menjaga kenetralan. Dalam proses penanganan konflik, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan sebagai broker, ialah: 
  1. bisa mengidentifikasi dan melokalisasi sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat; 
  2. bisa menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten; 
  3. mampu mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan keperluan-kebutuhan klien.
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker mirip sudah diterangkan di muka. Peranan selaku broker mencakup “menghubung kan klien dengan barang-barang dan jasa serta mengontrol mutu barang dan jasa tersebut. 

Dengan demikian, ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran selaku broker, yakni: menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services), dan pengontrolan kualitas (quality control). Parsons, Jorgensen dan Hernandez, menunjukan ketiga rancangan tersebut, ialah selaku berikut. 

1) Linking 

yaitu proses menghubungkan orang dengan lembagalembaga atau pihak-pihak lainnya yang mempunyai sumbersumber yang diharapkan. Linking tidak sebatas hanya memberi isyarat terhadap orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, dia juga mengaitkan klien dengan sumber referal, mendistribusikan sumber, dan menjamin bahwa barang-barang dan jasa mampu diterima oleh klien, melaksanakan tindak lanjut. 

2) Goods 

meliputi yang nyata, seperti masakan, uang, busana, perumahan, obat-obatan. Adapun service meliputi keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien. Misalnya, perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, dan pengasuhan anak.

3) Quality Control 

yakni proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan forum memenuhi tolok ukur kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini membutuhkan monitoring terus-menerus kepada forum dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan mempunyai mutu yang mampu dipertanggungjawabkan setiap saat. 

Anda sebagai bagian dari anggota masyarakat perlu kiranya mengetahui konflik yang kerap terjadi. Dengan mengerti konflik, diharapkan tumbuh perilaku dan tindakan toleransi yang tinggi, dapat meminimalkan pertentangan, dan merealisasikan integrasi selaku bentuk kedamaian sosial.

Baca Juga
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url