Masalah ekonomi yang dihadapi setiap negara akan berlawanan. Hal ini akan bergantung pada kondisi perekonomian setiap negara tersebut. Namun, pada intinya masalah ekonomi suatu negara dapat diklasifikasikan menjadi dua bab, yaitu masalah ekonomi mikro dan persoalan ekonomi makro.
1. Masalah Ekonomi Mikro
Pasar dapat menjadi alokasi sumber daya yang efisien, kalau asumsiasumsinya terpenuhi, antara lain pelaku bersifat rasional, memiliki berita yang tepat, pasar berbentuk persaingan tepat, dan barang bersifat privat.
Proses pertukaran di pasar tidak terbatas dimensi waktu dan kawasan. Namun, dalam kenyataannya banyak asumsi yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Akibatnya pasar gagal menjadi alat alokasi yang efisien (market failure). Masalah yang dihadapi di lapangan berhubungan dengan ekonomi mikro, ialah sebagai berikut.
a. Informasi Tidak Sempurna
Dalam realita, kadang kita tidak pernah tahu persis mutu barang yang dimakan, contohnya dikala berbelanja mobil bekas. Untuk mendapatkan isu mengenai mobil tersebut, acap kali mesti mengeluarkan biaya, misalnya dengan menyewa montir mobil yang andal mesin dan sanggup menerima amanah.
b. Daya Monopoli
Diasumsikan bahwa pasar dalam keadaan sempurna tidak terpenuhi. Kenyataannya sering ditemui di pasar yang hanya ada satu produsen (monopoli) atau beberapa produsen (oligopoli) yang begitu berpengaruh. Mereka mampu memengaruhi pasar dengan menentukan tingkat harga. Kemampuan itu menimbulkan barang yang diproduksi lebih minim, harga yang lebih tinggi, kalau dibanding harga dalam pasar kompetisi tepat.
c. Eksternalitas
Eksternalitas yakni keuntungan atau kerugian yang dirasakan atau diderita pelaku ekonomi sebagai akibat langkah-langkah pelaku ekonomi yang normal. Misalnya, di suatu kota banyak pabrik tekstil yang mencemari lingkungan dengan membuang limbahnya ke sungai.
Kerugian yang diderita penduduk sekitarnya, tidak masuk dalam perkiraan biaya buatan tekstil. Akibatnya, meskipun secara finansial ongkos buatan tekstil menjadi murah (alasannya tidak butuhinvestasi akomodasi pembuatan limbah), namun secara ekonomis biayanya mahal. Karena sebagian ongkos itu ditanggung masyarakat dalam bentuk biaya sosial.
d. Barang Publik
Asumsi dasar lain yang kadang kala tidak relevan ialah barang yang dipertukarkan bersifat private (rival dan pribadi). Rival artinya, barang tidak mampu disantap secara serentak tanpa saling merugikan. Eksklusif artinya siapa yang tidak mau membayar tidak mampu menikmati atau memanfaatkannya.
Misalnya, bila satu kaleng softdrink telah kita minum, maka orang lain sudah tidak dapat mengonsumsi softdrink tersebut (barang yang serupa). Berarti untuk mengonsumsi softdrink diharapkan rival. Selain bersifat rival, untuk mendapatkan softdrink kita juga perlu membayar, dengan demikian softdrink bersifat eksklusif.
Dalam kenyataannya ada barang yang bersifat nonrivalry, dan noneksklusif, di antaranya, jalan raya, taman, jembatan, dan akomodasi umum yang lain. Barang-barang mirip itu disebut barang publik. Sifat nonrivalry dan noneksklusif ini sering mengakibatkan fenomena pendomplengan gratis, yakni mereka menikmati faedah barang tersebut tanpa membayar pajak (barang publik tersebut dibuat oleh pemerintah, yang sumber pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak).
e. Barang Altruisme
Barang altruisme yaitu barang yang ketersediaannya menurut sukarela alasannya rasa kemanusiaan, contohnya darah. Supply darah ada sebab rasa kemanusiaan (ingin menolong sesama insan). Jika supply darah diserahkan pada mekanisme pasar, maka tidak akan terjadi pasar sebab aspek supply-nya bertentangan dengan pemikiran agama (akan terjadi kegagalan pasar). Oleh alasannya adalah itu pemerintah mengatasi duduk perkara undangan dan penawaran darah dengan membentuk Palang Merah Indonesia (PMI).
2. Masalah Ekonomi
Makro Karakteristik yang umumnya banyak ditemukan di negara sedang meningkat dan hal ini menjadi problem yang dihadapi negara berkembang, yaitu selaku berikut.
a. Rendahnya Tingkat Kehidupan
Rendahnya tingkat kehidupan khususnya dilihat dari kesanggupan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, kesehatan, dan pendidikan. Laporan UNDP 1999 menawarkan lebih dari satu miliar penduduk Negara Sedang Berkembang (NSB) hidup dalam keadaan miskin, kelemahan gizi, dan keadaan kesehatannya yang buruk. Selain itu tingkat pendidikan lazimnya masih sangat minim, bahkan masih banyak yang buta aksara.
b. Rendahnya Tingkat Produktivitas
Rendahnya tingkat produktivitas dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang rendah. Hal ini berkaitan dengan rendahnya tingkat kehidupan dan terbatasnya peluang kerja yang tersedia, terutama bagi mereka yang berpendidikan rendah.
c. Tingginya Pertambahan Penduduk
Tingkat pertambahan masyarakatdi negara sedang berkembang yakni dua sampai empat kali lipat pertambahan masyarakatnegara-negara maju. Tingginya tingkat pertambahan masyarakattersebut telah menyebabkan persoalan besar, khususnya berhubungan dengan penyediaan keperluan pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan peluang kerja.
d. Tingginya Rasio Tingkat Ketergantungan
Rasio tingkat ketergantungan yakni ukuran yang menunjukkan berapa besar beban penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung penduduk usia non produktif (usia 0-14 tahun usia 65 tahun ke atas).
e. Tingginya Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran di negara sedang berkembang biasanya sangat tinggi. Penyebab tinginya tingkat pengangguran, adalah laju perkembangan angkatan kerja lebih tinggi dibanding laju kemajuan peluang kerja. Rendahnya perkembangan peluang kerja berhubungan erat dengan rendahnya tingkat penanaman modal, khususnya di sektor terbaru (industri dan jasa terbaru).
f. Kebergantungan pada Sektor Pertanian/Primer
Negara sedang berkembang kebanyakan sangat bergantung pada hasil sektor pertanian atau sektor primer. Perekonomian yang seperti ini disebut perekonomian mono-kultur.
g. Pasar dan Informasi Tidak Sempurna
Mekanisme pasar di negara sedang berkembang biasanya belum meningkat baik. Struktur pasar barang dan jasa umumnya bersifat non-persaingan sempurna, dapat berupa monopoli dan oligopoli di pasar output, serta monopsoni dan oligopsoni di pasar faktor bikinan. Informasi cuma dikuasai oleh sekelompok kecil pebisnis yang memiliki korelasi baik dengan penguasa. Keadaan ini condong menimbulkan konsumen dirugikan.
h. Ketergantungan dan Kerentanan terhadap Kondisi Eksternal
Ketergantungan pada kondisi eksternal ialah karakteristik perekonomian negara sedang meningkat yang dipengaruhi kondisi perekonomian yang lain, khususnya perekonomian negara-negara maju. Industrialisasi mampu menjadikan perekonomian semakin bergantung pada keadaan eksternal, khususnya bila industri yang dibangun, bahan baku dan barang modalnya sangat mengandalkan impor.
Berdasarkan karakteristik negara sedang meningkat dapat ditarik kesimpulan bahwa duduk perkara mendasar yang dihadapi ialah kelemahan di sisi ajakan agregat dan penawaran agregat.
a. Permintaan Agregat
Jumlah penduduk yang besar tidak diimbangi dengan permintaan efektif yang besar. Hal ini disebabkan rendahnya daya beli penduduk . Rendahnya derajat kehidupan kadang kala membuat rakyat tidak bisa berbelanja kebutuhan pokok, baik yang bersifat konsumtif maupun investasi sumber daya manusia.
Misalnya, masakan yang bergizi, di satu sisi ialah komoditas konsumtif, tetapi di segi lain ialah investasi untuk mengembangkan kesehatan. Rendahnya daya beli terhadap komoditas makanan, obat-obatan dan pendidikan akan melemahkan perkembangan dan kemajuan sektor swasta.
Dengan adanya defisiensi ajakan agregat sudah menjadikan resesi perekonomian sebuah negara dan pada balasannya akan memperbesar jumlah pengangguran gres. Sementara kemajuan sektor swasta sangat diharapkan untuk memperluas peluang kerja.
b. Penawaran Agregat (Aggregate Supply/AS)
Kelemahan penawaran agregat berhubungan erat dengan rendahnya produktivitas, minimnya persediaan barang modal, serta ketergantungan yang sangat besar kepada sektor pertanian atau sektor primer. Rendahnya penawaran agregat memiliki arti rendahnya kemajuan ekonomi, yang mempunyai imbas kepada rendahnya pertambahan kesempatan kerja.
Rendahnya kesempatan kerja akan menjadikan rendahnya kemajuan pasar domestik, dan menahan keinginan penanam modal untuk menanamkan modalnya. Dengan kata lain, penawaran agregat diputuskan adanya biaya buatan yang tinggi, sehingga menyebabkan berkurangnya penawaran agregat dan selanjutkan meningkatkan laju inflasi.