Konflik merupakan bagian dari proses sosial yang masuk akal dan tidak mesti disingkirkan. Sebenarnya, konflik yang terjadi mampu berfungsi sebagai faktor positif atau pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial.
Konflik juga bisa bersifat konstruktif (membangun) kepada keutuhan golongan dan integrasi sosial penduduk dalam skala yang lebih luas. Manusia mempunyai keinginan untuk bergaul. Dalam pergaulannya terdapat sebuah hubungan yang saling mensugesti sehingga akan mengakibatkan sebuah perasaan yang saling membutuhkan.
Untuk mengenal upaya manusia yang merupakan bab dari masyarakat nya, terdapat beberapa perilaku yang bekerjasama dengan langkah-langkah dan interaksi sosial selaku jalan untuk meraih tujuan insan sebagai makhluk sosial.
Selain itu, dalam mempertahankan segala tindakan dan interaksi sosial, juga terdapat nilai dan norma sosial selaku kriteria evaluasi biasa yang dapat membentuk keteraturan kekerabatan antarmanusia menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap.
Dalam pelajaran Sosiologi di Kelas X, Anda telah mempelajari bentuk-bentuk proses sosial yang muncul akibat adanya interaksi sosial. Di antaranya terdapat proses asosiatif. Proses asosiatif adalah proses sosial yang mengarah kepada keterpaduan atau integritas sosial.
Hal ini dicirikan dengan hubungan antara perorangan atau kelompok yang mengacu terhadap adanya kesamaan, keselarasan, dan keseimbangan. Proses ini mencakup kerja sama (cooperation), kemudahan (accommodation), dan asimilasi (assimilation).
Adanya kolaborasi, fasilitas, dan asimilasi dalam kehidupan masyarakat ialah proses sosial yang mengarah kepada bentuk-bentuk penduduk yang terintegrasi. Pada dasarnya, penduduk itu berada dalam kondisi integrasi dalam norma-norma dan nilai-nilai. Integrasi normatif dianggap perlu, karena:
- terwujudnya keserasian norma, berhubungan dengan berbagai tingkah laku insan dalam situasi yang berbeda;
- terwujudnya tingkat kepatuhan yang tinggi antara norma-norma dan tingkah laku warga masyarakat yang bahwasanya. Oleh karena itu, kesepakatan dan konsensus nilai-nilai merupakan asas integrasi sosial dalam suatu masyarakat.
Masyarakat merupakan sebuah tata cara yang terdiri atas komponenkomponennya. Sebagai sebuah metode, penduduk mempunyai fungsi integrasi untuk meraih kondisi harmonis, atau korelasi harmonis di antara bab-bab dari sebuah sistem sosial.
Hal ini mencakup identitas penduduk , keanggotaan seseorang dalam masyarakat, dan susunan normatif dari bagian-bagian tersebut. Sebagai acuan: ada masyarakat petani, pedagang, pegawai pemerintah, pejabat, polisi, hakim, dan sebagainya.
Semua itu merupakan identitas insan dalam masyarakat yang mempunyai fungsi antara yang satu dan yang lainnya (saling bergantung). Setiap anggota penduduk tersebut akan berlangsung sesuai hukum-hukum dalam bidang kehidupannya yang dianut selaku nilai-nilai bersama.
Misalnya petani, akan bertingkah selaku petani yang menggarap lahan pertaniannya hingga panen dan menerima hasil berupa bahan pangan. Pedagang akan berperilaku sebagai pedagang barang dagangannya. Demikian juga polisi, beliau akan mengatur kemudian lintas atau ketertiban di masyarakat. Semuanya saling bergantung dan tidak mungkin polisi bertingkah sebagai pedagang karena hal ini akan memunculkan ketidakserasian.
Anda pasti mengetahui melalui sejarah wacana bagaimana para cowok seluruh Indonesia bersatu pada 28 Oktober 1928 di Jakarta. Mereka gotong royong berikrar Sumpah Pemuda untuk “satu tanah air satu bangsa, dan satu bahasa, adalah Indonesia”.- tercapainya suatu konsensus mengenai nilai-nilai dan normanorma sosial;
- norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berganti-ubah;
- adanya tujuan bersama yang akan diraih;
- anggota masyarakatnya merasa saling bergantung dalam mengisi kebutuhan-kebutuhannya;
- dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu kalangan.
1. Pembangunan Pendidikan
Pendidikan pada hakikatnya ialah proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan yang benar yaitu yang membebaskan seseorang dari banyak sekali kungkungan, atau penyadaran akan kesanggupan seseorang.
Proses pendidikan tidak cuma dilihat sebagai suatu proses yang terjadi dalam lembaga formal seperti sekolah. Lembaga informal pun ialah fasilitas yang bisa mendidik seseorang. Sebagai forum sosial, sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang juga merupakan proses pembudayaan. Pengembangan sistem pendidikan yang diselenggarakan harus menimbang-nimbang dan mengacu pada prinsip-prinsip berikut.
- Moral agama. Hal ini berkaitan dengan upaya kenaikan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur.
- Ideologis filosofis. Pelaksanaan proses pendidikan hendaklah berasaskan Pancasila (sebagai dasar serta pandangan hidup berbangsa dan bernegara) yang mengarah pada penguatan integritas nasional.
- Psikologis, mengupayakan peningkatan atau pencapaian keseimbangan etika, akal, estetika, dan kinestetika.
- Sosial budaya, berhubungan dengan upaya peningkatan atau pencapaian kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab.
- Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azazi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural, serta kemajemukan bangsa. Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhnya pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan.
- Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan metode terbuka dan multimakna.
- Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta latih yang berjalan sepanjang hayat.
- Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan berbagi kreativitas penerima didik dalam proses pembelajaran.
- Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
- Memberdayakan seluruh unsur penduduk melalui tugas serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian kualitas layanan masyarakat.
Prinsip-prinsip tersebut mampu dijadikan sebagai landasan sistem pendidikan dengan cita-cita mampu menawarkan bantuan bagi pencapaian pembangunan nasional. Tentunya dengan mengamati juga pelaksanaan tata cara pendidikan yang semesta (terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh kawasan negara), menyeluruh (mencakup semua jalur, jenjang, serta keterkaitan antara pendidikan nasional dan perjuangan pembangunan nasional), dan terpadu.
2. Manajemen Konflik
Terdapat banyak pertentangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ross (1993) mengemukakan dua sumber pertentangan yang terjadi dalam suatu organisasi atau kalangan, adalah teori struktur sosial dan teori psychocultural.
Teori struktur sosial menekankan kompetisi antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah pertentangan, sedangkan teori psycocultural lebih menekankan kekuatan psikologi dan kultural. Kedua sumber konflik tersebut memerlukan penanganan yang berlawanan.
Teori struktural mengambarkan bahwa seni manajemen administrasi konflik membutuhkan pergantian keadaan organisasi pihak tersebut secara fundamental. Kepentingan yang bermacam-macam sangat susah untuk dijembatani. Adapun teori psycocultural dalam melaksanakan administrasi pertentangan memfokuskan pada proses yang mampu mengubah pandangan atau memengaruhi relasi antara pihak-pihak kunci.
Dalam teori ini, kepentingan lebih bersifat subjektif dan mampu berganti dibandingkan dalam pandangan teori struktural. Salah satu upaya yang mampu dilaksanakan untuk mencegah pertentangan yang mengarah pada kekerasan yakni lewat manajemen konflik dengan prosedur dan versi pengelolaan pertentangan. Konflik sosial budaya yang terjadi bergotong-royong dapat dinetralisasi dengan membuat konsensus.
Konsensus ini pada gilirannya akan mampu menanggulangi perbedaan pendapat dan kepentingan antargolongan dalam penduduk . Setiap ketegangan dan penyimpangan yang terjadi akan senantiasa mampu dicarikan rujukannya melalui konsensus yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian, pertentangan yang terjadi tidak akan memiliki kecenderungan ke arah kekerasan sehingga integrasi sosial budaya akan mampu tercapai.
3. Meningkatkan Modal Sosial
Konsep ini diperkenalkan oleh Robert Putnam di saat meneliti masyarakat Italia tahun 1985. Mereka mempunyai kesadaran politik yang tinggi dan setiap individu memiliki minat besar untuk terlibat dalam problem publik. Hubungan antaranggota masyarakat lebih bersifat horizontal sebab semua penduduk memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Modal sosial yaitu norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala persoalan bareng dalam penduduk mampu diselenggarakan dengan mudah. Dalam modal sosial menampung kemampuan warga masyarakat untuk menanggulangi dilema publik dalam iklim demokratis. Oleh sebab itu, terjalin kolaborasi antarwarga untuk menciptakan tindakan kolektif.
Pengembangan praktik modal sosial tumbuh dari prinsip mirip kita mesti berbaik sangka pada sesama dan menyingkir dari rasa curiga. Prinsip tersebut sangat baik untuk membangun modal sosial karena sikap toleran yang mesti dipelihara sehingga tercipta sebuah kolaborasi antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Modal sosial positif, seperti arisan, bersama-sama, dan lainnya mampu dipakai selaku kosmetik kebijaksanaan pembangunan ekonomi.
4. Pembangunan Komunitas
Komunitas mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang lebih terang dikenali dan disadari oleh anggota-anggotanya. Pengertian komunitas tidak selamanya mengacu pada individu dan perkotaan secara keseluruhan. Komunitas mampu tersusun dari golongan-kelompok permukiman di lingkungan RT, RW, desa, kecamatan.
Komunitas juga dapat berbentuk partai politik, organisasi profesi, organisasi swadaya masyarakat yang formal dan perkumpulan agama, budaya, kegemaran, atau paguyuban keluarga, dan sebagainya. Ciri yang penting dari komunitas ialah bahwa interaksi antaranggota berlangsung dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi, saling mengenal, saling membantu, dan kolaborasi.
5. Demokratisasi
Secara umum diyakini bahwa demokratisasi mampu bekerja selaku tata cara pengelolaan ataupun pencegahan pertentangan. Hal ini terbukti dari beberapa catatan sejarah yang mengangkat demokrasi mempunyai fungsi lebih baik dalam pengelolaan damai bagi konflikkonflik dibandingkan metode-sistem lain.
Fakta konkret bahwa negara demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk berperang dengan sesama negara demokratis. Melalui demokratisasi, setiap pertikaian yang timbul diproses, diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis memper bolehkan kekecewaan diekspresikan secara terbuka dan mendapat respons.
Dengan kata lain, demokrasi bertindak selaku sistem pengelolaan pertentangan tanpa kembali terjebak pada kekerasan. Sebagai contoh, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia akhirakhir ini sehabis kurun reformasi yaitu wujud dari kebebasan negara dalam menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum reformasi, penduduk dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan berpendapat perihal ketidakpuasannya.