Kamu sudah bisa menerangkan secara sederhana pemahaman sosiologi. Dengan belajar sosiologi, secara tidak eksklusif kita mempelajari gejala-tanda-tanda sosial yang ada di penduduk seperti kerusuhan, tawuran pelajar, kesenjangan sosial, praktik prostitusi, dan lain-lain.
Setiap tanda-tanda-gejala sosial ini mengakibatkan rasa keingintahuan pada diri kita. Sebagai misalnya mengapa kerusuhan mesti terjadi? Berapa banyak kerugian yang ditimbulkan? Apa dampaknya bagi lingkungan sosial? Semua pertanyaan ini mampu kita jawab jikalau kita mengetahui betul inti permasalahannya. Untuk itulah dibutuhkan beberapa desain dasar dan metode dalam mempelajarinya.
Konsep Dasar dalam Metode Ilmu Pengetahuan
Misalnya rancangan perihal partisipasi atau rancangan tentang kepala rumah tangga. Sedangkan metode ilmu pengetahuan ialah cara-cara untuk dapat mengetahui objek yang menjadi target ilmu yang bersangkutan.
Metodologi ilmu wawasan sosial diartikan sebagai pengetahuan perihal berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objek ilmu yang bersangkutan. Untuk memahami lebih dalam, kita akan mengkaji suatu persoalan sosial menurut rancangan dasar dan tata cara ilmu wawasan sosial, yakni kita akan mengupas duduk perkara kerusuhan sosial.
a. Peristiwa
Berbagai kejadian mampu kita lihat pada saat terjadinya kerusuhan sosial, mirip orang berteriak-teriak, menunjukkan kekecewaan, berlari sambil menghancurkan benda-benda yang ada di sekitarnya, ada yang menjinjing kayu, besi, pisau, dan kerikil. Akhirnya, agresi bakar pun terjadi. Masyarakat sekitar hanya terkesima panik melihatnya. Kesemua itu dinamakan kejadian.
b. Informasi
Dari mana kita menerima info? Tentu di media massa. Melalui media massa kita mampu memperoleh berita yang kita inginkan. Kita dapat mengenali hal-hal yang terjadi di tempat lain meskipun kita tidak mengalaminya.
Untuk dapat mengerti dan memahami mengenai kerusuhan sosial, kita dapat menyimak informasi-informasi di media massa seperti koran, televisi, dan internet. Dengan adanya informasi, insan mengetahui kenyataan di dunia ini, sehingga manusia menyadari kenyataan tersebut memang benar-benar ada.
c. Fakta
Fakta berlainan dengan wangsit. Dalam sebuah insiden yang sama bisa memunculkan fakta yang berlawanan-beda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kerangka pemikiran para pengamat. Misalnya, seorang sosiolog dan psikolog dalam menatap kerusuhan sosial. Mereka memiliki fakta yang berlawanan dari kejadian yang sama.
Sosiolog menilai kerusuhan terjadi karena adanya kegagalan sosialisasi pemerintah, sehingga menimbulkan rasa kekecewaan. Psikolog menilai kerusuhan selaku bentuk tipisnya pengendalian diri dari para pelaku. Dengan kata lain, fakta ialah realita yang menggambarkan sebuah tanda-tanda tertentu yang tertangkap oleh indra insan dalam kerangka anutan-aliran tertentu, dan dapat diuji kebenarannya secara empiris.
d. Data
Data-data dalam ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak mampu dinyatakan dengan angka. Misalnya, data tingkat iktikad antara pelaku dengan pemerintah atau tingkat pengertian pelaku kepada kebijakan pemerintah.
Sedangkan data kuantitatif yakni data yang dapat dinyatakan dengan angkaangka. Contoh, data jumlah perkara kerusuhan sosial, data jumlah kerugian yang diakibatkan kerusuhan sosial. Dengan demikian, data disebut kejadian khas karena kenyataan-kenyataan murni berupa fakta harus dipilih berdasarkan susunan si peneliti. Menurut karya W. Bactiar yakni kejadian-insiden khas yang dinyatakan sebagai fakta dalam wujud hasil pengukuran.
e. Masalah
Apa yang kamu ketahui perihal desain ini? Pernahkah kau mempunyai suatu masalah? Renungkanlah mengapa problem dapat terjadi? Sebagai misalnya, ketika kau jalan-jalan ke sebuah toko busana. Kamu melihat sebuah busana yang sangat anggun dan menawan minatmu.
Namun, sayang uang dalam dompetmu tidak cukup untuk membelinya. Saat itu dilema muncul. Di mana terdapat kesenjangan antara harapan dan realitas. Dalam hal ini, kekurangan keadaan keuangan yaitu sebuah realitas tetapi impian untuk membeli pakaian adalah keinginan. Adanya pembahasan di atas mendorong munculnya rumusan persoalan dalam ilmu wawasan.
Rumusan problem dibuat dengan impian semoga objek kajian yang dipelajari dalam penelitian tidak meluas, melainkan terfokus pada titik masalahnya. Contoh rumusan persoalan: Mengapa terjadi kerusuhan sosial? Bagaimana cara mencegah kerusuhan sosial?
Contoh tersebut merupakan perumusan duduk perkara yang berbentukpertanyaan. Sedangkan contoh rumusan masalah berbentuk pernyataan seperti kekecewaan terhadap kinerja pemerintah mampu menjadikan kerusuhan sosial. Dari rumusan-rumusan masalah tersebut, memungkinkan kita untuk mencari alternatif pemecahannya lewat sebuah penelitian yang sempurna diikuti dengan kekritisan.
f. Asumsi
Ketika ingin meneliti penyebab terjadinya suatu kerusuhan sosial, kebanyakan setiap peneliti telah mempunyai dugaan atau balasan sementara. Misalnya, peneliti menduga terjadinya kerusuhan sosial disebabkan adanya solidaritas antarwarga yang dirugikan atau mungkin karena ingin menerima pengesahan dari pemerintah.
Praduga atau jawaban sementara ini dalam ilmu wawasan dinamakan asumsi. Melalui asumsi itulah peneliti akan dituntun dalam mencari fakta yang tepat. Dengan kata lain, perkiraan ialah anggapan dasar atau praduga awal. Asumsi dikembangkan berdasarkan pengalaman dan wawasan peneliti sebelumnya.
Jika seorang ilmuwan akan meneliti suatu topik, apalagi dahulu dia membuatkan perkiraan-asumsi wacana topik yang sedang diteliti. Seperti pada pola di atas, satu catatan bahwa asumsi yang dikemukakan peneliti tidak selama-lamanya benar. Asumsi penelitian dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta yang dijumpai peneliti.
g. Hipotesis
Hipotesis ialah suatu pernyataan yang belum niscaya. Untuk pertanda benar salahnya sebuah hipotesis maka dilaksanakan suatu penelitian lewat analisis secara cermat terhadap datadata yang terkumpul.
Misalnya, siapa pun yang terlibat kerusuhan sosial adalah orang-orang miskin atau hipotesis yang menyatakan bahwa orang yang terlibat kerusuhan hanya ingin memperlihatkan keberadaannya sebagai warga negara. Pada umumnya, hipotesis diperoleh dengan menjabarkan asumsiasumsi. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa hipotesis yakni kesimpulan awal yang mesti dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis dapat pula diartikan sebagai sebuah kesimpulan yang belum akhir dan dianggap memiliki potensi besar untuk menjadi benar. Dalam hipotesis ditentukan pula tolok ukur-persyaratan hipotesis yang baik. Kriteria-tolok ukur tersebut antara lain adanya ruang lingkup yang terbatas, hipotesis yang disajikan sesuai dengan fakta-fakta yang ada, hipotesis tersebut dapat diuji kebenarannya, hipotesis dinyatakan secara sederhana serta menggunakan variabel-variabel yang tegas.
h. Bukti
Bukti ialah kenyataan atau gejala sosial yang cukup untuk memperlihatkan sesuatu hal. Wujud bukti berupa data atau fakta yang relevan dengan urusan yang hendak dibuktikan. Namun, teknik dan sistem penelitian yang tidak sempurna dapat menjadikan kegagalan menerima bukti yang akurat. Dalam observasi perihal kerusuhan sosial, terdapat bukti-bukti adanya perusakan fasilitas-kemudahan lazim, senjata tajam yang masih tertinggal, dan lain-lain.
i. Generalisasi
Generalisasi adalah proses mendapatkan sebuah kesimpulan biasa . Kesimpulan umum diperoleh seseorang alasannya banyak sekali pengalaman atau hasil pengamatan yang beberapa kali. Sebagai contohnya, pada kerusuhan di Ambon, ditemukan adanya perusakan akomodasi publik. Demikian pula kerusuhan yang terjadi di Makassar polisi menangkap oknum-oknum yang melakukan tindakan perusakan.
Sebagaimana di ibu kota akibat kerusuhan fasilitas-kemudahan publik menjadi rusak. Oleh alasannya itu, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam kerusuhan selalu terdapat perusakan atau tindakan anarkis oleh para perusuhnya. Suatu generalisasi tidak selamanya benar.
Tidak jarang generalisasi menjadi salah karena pengambilan kesimpulan yang tergesa-gesa. Sering kali peneliti pribadi mempesona kesimpulan cuma dengan menyaksikan satu sebab saja, generalisasi semacam ini disebut hasty generalization.
j. Teori
Teori adalah prinsip-prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk rumusan atau aturan yang berlaku biasa , dapat menerangkan hakikat sebuah gejala, hakikat hubungan sebuah gejala, hakikat relasi antara dua gejala atau lebih, relevan dengan realita yang ada dan operasional, alat untuk memperjelas, dapat diverifikasi atau dibuktikan, serta memiliki kegunaan dalam meramalkan sebuah insiden.
Teori berfungsi untuk menyimpulkan generalisasi dan fakta-fakta hasil pengamatan, memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta yang diperoleh, memberi ramalan terhadap tanda-tanda-tanda-tanda baru yang hendak terjadi, serta mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan ihwal gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.
k. Proporsisi
Proporsisi merupakan istilah yang dapat dipercaya, diragukan, disanggah, atau dibuktikan benar tidaknya. Hubungan yang logis antara dua konsep disebut juga proporsisi. Contoh kenakalan anak diputuskan oleh kondisi atau kondisi keluarga anak itu sendiri.
Latar belakang pendidikan orang renta dapat memengaruhi prestasi belajar anak. Dalam ilmu sosial, realitas sosial biasanya dideskripsikan selaku relasi dua desain. l. Hukum Hukum atau postulat sering terdapat pada ilmu pengetahuan alam atau matematika.
Contoh 1 × 2 = 2. Dalam ilmu pengetahuan sosial, sukar didapatkan pernyataan hingga pada tingkat postulat. Hal ini disebabkan asas karena akibat dalam tanda-tanda sosial tidak semata-mata disebabkan oleh satu faktor, melainkan oleh banyak aspek. Terlebih dalam kehidupan sosial yang bersifat dinamis, sehingga susah membuat suatu postulat yang bersifat mutlak.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum atau postulat adalah sebuah pernyataan yang tidak butuhlagi dibuktikan kebenarannya sehingga tidak perlu diuji dalam observasi.
Metode-Metode dalam Sosiologi
Untuk membuat lebih mudah dalam mengetahui suatu ilmu wawasan, diperlukan metode-tata cara atau cara-cara tertentu. Cara-cara inilah yang hendak kita pelajari pada pembahasan kali ini. Sosilogi merupakan ilmu wawasan yang mempunyai objek kajian mengenai sikap sosial yang ada dalam sebuah masyarakat.
Oleh alhasil, Soerjono Soekanto membagi sistem penelitian menjadi dua macam adalah tata cara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan materi yang sukar diukur dengan angka. Misalnya tingkat partisipasi warga terhadap kebersihan desa atau bagaimana pandangan hidup sehat kaum pemulung, dan lain-lain.
Metode ini lalu diperluas menjadi tiga metode yang lebih spesifik antara lain metode historis, komparatif, dan case study. Metode historis yakni tata cara yang memakai analisis atas peristiwa dalam era lampau untuk merumuskan prinsip-prinsip biasa .
Pengumpulan data dalam tata cara ini dengan cara menelusuri suatu histori/sejarah melalui dokumen-dokumen, benda-benda peninggalan sejarah yang mampu dijadikan sumber informasi di abad lampau. Contoh, seorang sosiolog ingin mengusut balasan-balasan revolusi secara biasa . Metode komparatif, yaitu metode yang menggunakan perbedaan, persamaan, dan penyebabnya.
Perbedaan dan persamaan tersebut bertujuan untuk menerima isyarat mengenai sikap masyarakat pada abad silam dan sekarang. Hal ini juga dipakai untuk mengetahui tingkat peradaban yang dicapai sebuah masyarakat. Metode case study yakni metode untuk mempelajari sedalamdalamnya satu gejala nyata dalam masyarakat.
Metode case study dipakai untuk menelaah suatu keadaan kalangan, komunitas, forum, maupun individu. Peneliti yang memakai metode ini yakin bahwa penelaahan sebuah duduk perkara khusus mampu menciptakan dalil-dalil biasa . Alat yang dipakai dalam metode case study berbentukwawancara, kuesioner, atau pengamatan partisipasif.
Berbeda dengan sistem kualitatif, tata cara kuantitatif lebih memakai bahan-bahan informasi dengan angka-angka. Oleh jadinya tanda-tanda-gejala yang diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala, indeks, tabel, dan formula yang memakai perhitungan matematika.