Di penduduk terdapat beberapa aspek yang memilih terjadinya mobilitas sosial, yakni selaku berikut.
1. Faktor Struktur
Faktor struktur yaitu faktor yang menentukan jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan akomodasi untuk memerolehnya. Faktor struktur mencakup hal-hal berikut.
a. Struktur Pekerjaan
Setiap individu dalam masyarakat akan mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dan kedudukan sosial yang rendah. Setiap masyarakat pasti mempunyai acuan dan ciri tersendiri dalam menentukan kedudukan seseorang.
Masyarakat yang aktivitas perekonomiannya bergantung pada bidang pertanian dan penyediaan bahan-bahan baku (pertam bangan dan kehutanan), lazimnya memiliki banyak warga masyarakat yang menempati kedudukan pada lapisan rendah, dan sedikit warga masyarakatnya menempati kedudukan pada lapisan atas.
b. Perbedaan Fertilitas
Di penduduk atau negara yang memiliki tingkat kelahiran tinggi akan susah terjadi mobilitas sosial vertikal naik, ketimbang penduduk atau negara dengan tingkat kelahiran rendah. Oleh alasannya adalah itu, rendahnya tingkat kelahiran akan memberi peluang pada masyarakat lapisan bawah untuk menempati kedudukan sosial pada lapisan menengah atau lapisan atas.
c. Ekonomi Ganda
Banyak negara berkembang memiliki dua tipe ekonomi yang berlawanan, adalah selaku berikut.
- Tipe ekonomi tradisional, terdapat banyak masyarakatnya selaku petani yang mengonsumsi hasil produksi mereka dan sedikit memasarkan hasil produksinya ke pasar sehingga mobilitas sosial vertikal menaik mengalami kemandegan atau bahkan mengalami penurunan; dan
- Tipe ekonomi modern atau pasar, masyarakat banyak melakukan pekerjaan di sektor industri yang memproduksi untuk pasar sehingga banyak peluang untuk terjadi mobilitas sosial vertikal naik bagi setiap warga penduduk yang terlibat di dalamnya.
d. Penghambat dan Penunjang Mobilitas Sosial
Pada penduduk yang memiliki tata cara sosial terbuka, condong mengalami kesusahan mobilitas sosial vertikal naik karena peluang tersebut sukar untuk didapatkan. Contohnya yakni adanya diskriminasi untuk lapisan sosial tertentu yang melaksanakan jalan pintas untuk menerima pekerjaan (koneksi, nepotisme, sogok).
Walaupun demikian, bukan bermakna potensi untuk maju sama sekali tidak ada karena di Indonesia terbuka peluang sebesar-besarnya untuk menjangkau keberhasilan dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan:
- Setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
- Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang patut bagi kemanusiaan.
Dengan adanya jaminan dari undang-undang tersebut, setiap warga negara Indonesia memiliki peluang yang sama untuk melaksanakan mobilitas sosial vertikal naik tanpa kecuali.
2. Faktor Individu
Walaupun aspek struktur dapat menentukan jumlah kedudukan tinggi dengan penghasilan yang besar di penduduk , faktor individu juga banyak besar lengan berkuasa dalam menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan tinggi. Faktor individu ini mencakup hal-hal berikut.
a. Perbedaan Kemampuan
Bakat yang dimiliki setiap orang akan berbeda-beda sehingga peluang untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di penduduk akan berlainan pula. Dengan demikian, kemampuan untuk menemukan kedudukan bergantung pada usaha yang bersangkutan untuk mem perolehnya, dan perbedaan kesanggupan ialah faktor yang penting untuk menentukan kesuksesan hidup dan mobilitas sosial.
b. Orientasi Sikap terhadap Mobilitas
Banyak hal yang mampu dikerjakan untuk meningkatkan abad depan mobilitas sosial, di antaranya sebagai berikut.
1) Pendidikan. Pendidikan merupakan jalan ke arah mobilitas sosial untuk mendapatkan kedudukan yang dikehendaki seseorang. Jika bekerja di sebuah instansi, latar belakang pendidikan yang berlainan akan besar lengan berkuasa terhadap kedudukan dan pemasukan yang selayaknya diterima.
2) Kebiasaan Kerja. Kerja keras merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kedudukan sebelumnya. Walaupun perjuangan tidak sepenuhnya menjamin mobilitas naik, tidak banyak orang mampu mengalami mobilitas naik tanpa bersusah payah. Oleh sebab itu, jerih payah diharapkan untuk meningkat kan prestasi kerja, yang hasilnya akan berkembangkan kedudukan seseorang.
c. Pola Penundaan Kesenangan
Peribahasa menyampaikan “berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dulu bersenang-senang lalu”. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, lebih baik jika kesenangan sesaat ditinggalkan supaya kelak mendapat suatu kebahagiaan sehingga akan mengembangkan kedudukannya.
d. Pola Kesenjangan Nilai
Perilaku yang mampu menghambat terjadinya mobilitas sosial vertikal naik, terdapat dua hal, ialah selaku berikut.
1) Bahwa seseorang tidak sepenuhnya berupaya meraih sasaran yang diidamkan;
2) Mereka tidak menyadari bahwa sejumlah perilaku tertentu tidak menunjang target tersebut. Misalnya sebagai berikut.
- Seorang siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas tidak melaksanakan nasihat gurunya untuk belajar lebih ulet, namun berpangku tangan, kesannya siswa yang bersangkutan tidak naik ke Kelas XII.
- Seorang pekerja menginginkan kedudukan yang lebih baik, tetapi beliau tidak bisa tiba di kawasan kerja sempurna pada waktunya atau senantiasa melewatkan pekerjaan yang ditugas kan kepadanya.
Pola kesenjangan nilai, memungkinkan seseorang memercayai nilai yang diakuinya, namun yang bersangkutan tidak melakukan usaha untuk meraih target tersebut atau mengakui segala kesalahan yang diperbuatnya selaku penyebab dari kegagalan.
Dengan kata lain, bahwa seseorang mungkin saja mengenali yang baik dijalankan untuk menemukan kedudukan, tetapi tidak dilakukan. Akibatnya, yang bersangkutan gagal menemukan hasil yang dicita-citakan.